Upaya panjang ASBINDO untuk membebaskan produk florikultura dari PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 10 % membuahkan hasil dengan turunnya tarif PPN menjadi 1 %. Produk yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan pernah dimasukkan sebagai BKP (Barang Kena Pajak) tertentu yang bersifat strategis, yang atas impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan sebagaimana diatur dalam ketentuan PP 31/2007 pasal 2 ayat 1 huruf dan pasal 2 ayat 2 huruf c.
Dengan adanya pengajuan permohonan uji material oleh KADIN terhadap pasal-pasal terkait barang hasil pertanian dalam PP 31/2007 tersebut di atas, maka keluarlah Putusan MA nomor 70 P/HUM/2013. Sehingga pasal-pasal dalam PP 31/2007 tidak berlaku lagi.Inti dari putusan MA itu adalah bahwa barang hasil pertanian tidak lagi diperlakukan sebagai BKP tertentu yang bersifat strategis, melainkan BKP yang atas impor dan/atau penyerahannya dikenai PPN dengan tarif 10% (SE-24/PJ/2014).
Sejak berlakunya putusan MA tersebut, berbagai masukan dan permohonan dari beberapa asosiasi pertanian dan perkebunan termasuk ASBINDO diberikan kepada Menteri Keuangan dan instansi pemerintah terkait lainnya, agar barang hasil pertanian kembali mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN. ASBINDO bahkan bekerjasama dengan Pusat Penelitian Pranata Pembangunan Universitas Indonesia dalam melakukan kajian tentang “Dampak Ekonomi Pengenaan PPN 10 % terhadap Produk Florikultura di Indonesia”. Hasil kajian tersebut digunakan sebagai bahan masukan untuk Pemerintah dalam upaya membebaskan produk florikultura dari PPN 10 %.
Mengingat aspek legal dari putusan MA nomor 70P/HUM/2013 adalah final, maka Pemerintah dengan institusi terkait lainnya melakukan pembahasan kebijakan tentang pengenaan PPN dengan menggunakan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas penyerahan barang hasil pertanian tertentu, yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89/PMK.010/2020 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu.
Dalam PMK no 89/PMK.010/2020 tersebut, pelaku usaha dengan omzet Rp 4,8 milyar Rupiah per tahun atau lebih dan merupakan PKP (Pengusaha Kena Pajak) mempunyai dua pilihan untuk pengenaan PPN produknya. PKP yang memilih menggunakan nilai lain sebagai DPP (Dasar Pengenaan Pajak)Âakan dikenakan PPN 10 persen dari harga jual, sehingga secara efektif PPN yang dipungut hanya satu persen (PPN = 10 % x 10 % x harga jual -- 1 % harga jual). Tetapi PKP tersebut tidak dapat mengkreditkan pajak masukan dari usahanya. PKP yang menggunakan nilai lain sebagai DPP harus menyampaikan pemberitahuan ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak) tempat PKP terdaftar. Sedangkan PKP yang memilih mekanisme pengenaan tarif PPN 10 % dapat mengkreditkan pajak masukannya.
Adapun Barang Hasil Pertanian yang termasuk dalam lingkup aturan PMK 89 ini adalah produk perkebunan, tanaman pangan, tanaman hias, tanaman obat dan produk kehutanan (Hasil Hutan) yang terdiri atas dua kategori yaitu Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu. Untuk petani dengan omzet di bawah 4,8 milyar Rupiah dan bukan PKP, tidak dikenakan PPN.Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku sejak tanggal 27 Juli 2020.